Jakarta, Editorialbogor – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (FHPK) pada Selasa (4/6).
Terkait hal itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merespon dan berpandangan UU KIA FHPK sebagai berikut.
“APINDO mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Hal ini juga sesuai dengan program APINDO dalam berpatisipasi dalam menurunkan prevalensi stunting,” kata Ketum Apindo Shinta W. Kamdani, Rabu (6/6).
UU KIA FHPK yang beredar di media, kata dia, mengatur dua ketentuan cuti bagi Ibu hamil dan suami yang mendampingi istri selama masa persalinan sebagai berikut:
1. bahwa setiap Ibu berhak mendapat cuti selama 3 bulan pertama dan ditambah 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
2. kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.
“Oleh karena itu, dunia usaha perlu kejelasan mengenai indikator “kondisi khusus” yang dimaksud agar tidak multitafsir dalam penerapannya. Termasuk pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi Ibu hamil atau melahirkan,” cetusnya.
Sementara itu ketentuan yang sama diatur dalam UU No.13/2003, diantaranya:
1. Pasal 82 mengamanatkan bahwa Pekerja/ Buruh Perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan; dan
2. Pasal 93 ayat (4) huruf e, menyatakan suami yang mendampingi istri yang melahirkan atau keguguran kandungan mendapatkan cuti selama 2 hari.
Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas.
Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah. Demikian pula kita menghadapi permasalahan rendahnya Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK), Data BPS tahun 2023 menyatakan bahwa TPAK Perempuan 60,18% jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97%.
Ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta kebijakan mengenai cuti hamil/ melahirkan yang sudah disepakati di dalam PP/ PKB di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum di ubah.
Hal ini diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha.
Dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas Puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap Pelayanan Poliklinik Swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta.