Surabaya, Editorialbogor – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Nusa Tenggara Timur (NTT), Marciana Dominika Jone, menjadi sorotan publik. Ini terkait pembatalan Surat Keputusan (SK) mutasi 48 pegawai rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di NTT.
Advokat Edesman Andreti Siregar menyebut pembatalan SK yang dilakukan Kanwil Kemenkumham NTT Marciana Dominika Jone terindikasi maladministrasi dan abuse of power (Penyalahgunaan Kekuasaan).
Karena itu, Edesman Andreti Siregar mempertanyakan kelayakan Marciana Dominika Jone sebagai Kakanwil Kemenkumham.
Sedang SK yang menjadi polemik itu adalah SK Nomor: W22-5429.KP.04.01 Tahun 2024 tentang Pemindahan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kemenkumham NTT tertanggal Selasa 28 Mei 2024.
Kemudian, pada Rabu 29 Mei 2024 surat keputusan tersebut dicabut melalui SK Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT Nomor W22.KP.04.01-5492 tertanggal 29 Mei 2024
“Ini (kasus pembatalan SK mutasi, red) bukan SK-nya yang keliru, tapi Kakanwilnya yang salah,” tandas advokat yang akrab disapa Joe Siregar ini saat dihubungi Senin,(3/06/ 2024).
Ia berpendapat sangat tidak masuk akal jika pejabat negara sekelas Kakanwil membuat keputusan yang salah dalam mutasi ASN di wilayah kerjanya. Menurutnya, sebelum diterbitkan SK tentunya ada pengajuan dari bawahan atau stafnya.
Dari usulan atau pengajuan mutasi itu, lanjut Siregar, ada penilaian dan pembahasan terhadap nama-nama yang akan diberikan SK. Setelah benar-benar fix, seorang kepala kantor institusi pemerintahan ini baru menerbitkan SK mutasi atau promosi.
“Apa dalam pembuatan SK itu tidak pembahasan lebih dulu? Anehnya, saat sembilan pegawai rutan demo melakukan protes, Kakanwil tiba-tiba saja melakukan pembatalan SK,” ungkap Siregar.
Terkait alasan kekeliruan teknis dalam penerbitan SK yang diungkapkan Kakanwi Kemenkumham NTT, Siregar menegaskan hal itu hanya cari-cari alasan.
“Kakanwil hanya cari-cari alasan karena tidak mau disalahkan. Ini Kakanwilnya yang tidak benar, bukan SK-nya,” sambung Siregar menegaskan lagi.
Ia juga menyesalkan kejadian ini. Sebab, menurutnya, dengan pembatalan SK mutasi tersebut, sama halnya Kakanwil Kemenkumham mempermainkan nasib orang banyak, terlebih lagi mereka ini pegawai kecil.
“Mereka ini korban, mempermainkan nasib orang,” sebut Siregar.
Secara hukum, lanjut dia, para korban pembatalan SK itu bisa melaporkan ke Kakanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone, ke Inspektorat untuk diproses internal Kemenkumham.
“Laporkan ke Inspektorat, jangan-jangan Kakanwil ini gak layak. Dia yang tanda tangan SK, dia yang salah,” terang Siregar.
Meski nantinya diproses di Inspektorat, namun menurut Siregar, sanksinya adalah turun jabatan jika keputusannya itu salah.
“Sanksinya turun jabatan lho. Pertanyaanya, apa dia (Marciana Dominika Jone, red) layak jadi Kakanwil?,” tanya Siregar.
Sebelumnya Marciana membantah SK pembatalan mutasi pegawai itu sebagai buntut dari protes sembilan pegawai Rutan Kupang pada Kamis 30 Mei 2024.
Menurut Marciana, pencabutan SK itu ada kekeliruan teknis sebagaimana tercantum pada landasan sosiologis dalam huruf b konsiderans menimbang SK Pencabutan. (***)