Kupang, Editorialbogor – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus penyelundupan manusia dari Kendari, Sulawesi Tenggara, ke Australia melalui jalur laut wilayah hukum Polda NTT.
Pasal yang dikenakan kepada para pelaku adalah Pasal 120 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda antara Rp500.000.000,00 hingga Rp1.500.000.000,00.
Wakapolda NTT Brigjen Pol. Awi Setiyono, S.I.K., M.Hum., menyampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Lobi Mapolda NTT, senin (13/5/2024) bahwa kasus ini diungkap setelah PSDKP Kupang menyerahkan kasus People Smuggling pada tanggal 8 Mei 2024 kepada Ditreskrimum Polda NTT.
Kapal tanpa dokumen dengan 6 WNA dan 6 WNI sebagai ABK berhasil ditangkap dalam operasi tersebut.
Para pelaku menggunakan modus operandi dengan memberikan imbalan kepada ABK sebesar 5 juta rupiah dan menjanjikan bayaran 50 juta rupiah ketika sampai di Australia.
“Mereka menyamar sebagai nelayan yang mencari ikan hiu dan teripang di perairan perbatasan antara Indonesia dan Australia, khususnya di pulau Papela yang masih berada di bawah hukum Polres Rote Ndao, Polda NTT”, ungkap Wakapolda NTT.
Pada Rabu, tanggal 8 Mei 2024, kapal pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil menemukan kapal tanpa nama dan tanpa dokumen perijinan yang berusaha menangkap hiu dan teripang di perbatasan perairan kedua negara. Setelah dilakukan pemeriksaan, kapal tersebut ditarik ke dermaga perikanan karena tidak memiliki dokumen yang lengkap.
Kapal tersebut berangkat dari Pulau Samuan, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, pada tanggal 4 Mei 2024. Setelah berlayar hingga Larantuka pada tanggal 5 Mei 2024, dan beristirahat selama satu malam di sana, kapal melanjutkan perjalanan ke Kupang pada tanggal 6 Mei 2024. Di pantai Oesapa, WNA turun dari kapal dan menginap dua malam di Hotel Winslou Oesapa, sementara ABK tetap di atas kapal karena alasan kerusakan mesin.
Dari enam WNA yang ditangkap, Jiang Xiao Jia merupakan pemilik kapal dan sekaligus sebagai smuggler, yang telah tinggal di Indonesia selama tiga tahun dan memiliki keluarga di pulau Samoan. Barang bukti yang disita termasuk kapal tanpa nama, mesin, dan beberapa unit handphone.
Proses hukum terhadap para tersangka masih berlangsung, dengan lima WNA akan diserahkan kepada imigrasi Kupang untuk proses redenominasi dan deportasi, sementara satu WNA sebagai smuggler akan diproses lebih lanjut.
Enam tersangka WNI berinisial MA (51) asal Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara, RM (40) Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, AB (32) Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara, MS (47) Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara, JL (43) Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara dan BT (29) Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara juga akan menjalani proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam penutupan konferensi pers, Wakapolda NTT menegaskan bahwa kasus people smuggling bukanlah hal baru di wilayah tersebut. Polda NTT telah beberapa kali menangani kasus serupa sejak tahun 2021. Kasus terbaru ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut.
Kasus ini menunjukkan komitmen Polda NTT dalam menangani kejahatan transnasional dan melindungi perbatasan negara dari aktivitas ilegal yang merugikan masyarakat. (***)