Jakarta – Kondisi politik dan hukum cenderung berubah. Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga hal yaitu dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang begitu cepat bergerak. Kedua, kebutuhan masyarakat yang menghendaki hukum harus menyesuaikan diri dari keinginan politik atau penguasa. Ketiga, rezim yang berkuasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya.
Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. John Pieries, SH, MS dalam seminar kebangsaan yang digelar oleh Ganjar Law and Development Center (GLDC) bertema “Tantangan Politik dan Hukum di Pemilu 2024”, Rabu (10/1/2024) di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat.
Menyoroti terkait putusan MK soal batas usia Capres-cawapres misalnya, menurut John Pieris, MK tidak berwenang untuk membuat norma, namun kewenangannya hanya terkait hal yang bertentangan dengan konstitusi. Ia mengaku heran karena tidak ada pikiran-pikiran kritis dari DPR.
“Gejala tersebut terlihat dengan adanya produk politik yang jauh dari etika, sehingga yang terjadi saat ini adalah kelicikan dan kemunafikan. Dengan kondisi demikian, kita harus melawan karena jika dibiarkan akan berbahaya,” ungkapnya.
Anggota TKN Ganjar-Mahfud yang juga advokat kondang Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, SH, LLM menilai pesta demokrasi kali ini dibawah bayang-bayang kecemasan. Hal tersebut diakuinya dengan banyaknya laporan-laporan yang meminta untuk memilih salah satu Paslon.
“Pemilu pada masa orde baru tidak seperti saat ini, banyak sekali hal-hal yang mungkin kita tidak akan percaya. Tetapi itu yang terjadi, terlalu banyak intervensi,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika melihat apa yang dilakukan Presiden Jokowi akhir-akhir ini, itu menunjukkan keberpihakan pada Paslon Prabowo-Gibran. Selain itu, dari banyaknya laporan-laporan yang diterima, banyak juga hal-hal yang bisa dipertanyakan terkait netralitas pemerintah. Dalam hal pesta demokrasi, kata Todung, seharusnya pemerintah mengedepankan etika kekuasaan.
“Dalam pemilu, kita bersama-sama harus berkomitmen dan menjunjung tinggi bahwa pemilu harus jujur dan adil. Jika tidak melakukan itu, pemilu akan dipenuhi dengan kecurangan. Langkah konkretnya bisa dilakukan dengan membangun pemantau pemilu yang aktif menjaga di tiap TPS,” imbuhnya.
Sementara itu, narasumber Prof. Ikrar Nusa Bakti, Ph.D melihat bahwa dukungan presiden Jokowi terhadap pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran sangat terlihat. Menurutnya, jika Paslon nomor 2 ini menang, dalam kurun waktu 3-6 bukan tidak mungkin akan ada persoalan hebat. “Ketika peta kekuasaan itu berubah, maka berubah pula sikap elit partai terhadap Jokowi,” ungkapnya.
Menanggapi seminar kebangsaan yang dilaksanakan hari ini, Edesman, salah satu Perwakilan GLDC mengatakan, yang menjadi catatan penting dari narasumber adalah persoalan etika dan adab.
Menurutnya, setelah adanya kekuasaan, moralitas adab menjadi rendah sebagaimana yang dipertontonkan kepada kita saat ini.
“GLDC berkomitmen akan mengawal dan melawan jika ada kecurangan dalam pemilu 2024. Dengan mendukung 03, kami yakin pasangan ini beretika dan beradab serta memiliki rekam jejak yang sangat baik pungkasnya. (***)